Nrimo dan Ora Muring



Oleh : Imam Soebagio

Berbincang dengan lansia yang satu ini sangatlah menyenangkan. Walau usianya mulai senja, 91 tahun, tutur katanya masih tertata bagus. Masih jelas, disertai intonasi khas Jawa yang masih kental. Daya ingatnyapun masih hebat. Apalagi kalau menceritakan putra-putrinya yang sukses ber-karir. Dan almarhum suaminya, salah satu pamong praja dari sembilan pegawai kabupaten Jember pertama yang dibentuk Belanda. Itulah sosok Eyang Roekanti, isteri almarhum Koesdi, kemenakan Bupati pertama Jember Notohadinegoro.

Eyang Roekanti sangat fasih menjelaskan nama putra-putrinya yang sebelas orang berikut pekerjaannya. Begitu pula ketika merinci 34 cucu dari kesebelas putra-putrinya. Namun ketika ditanya berapa buyut dan canggahnya, Roekanti tertawa ngakak sambil berkata, jangan tanya jumlah dan namanya. “Pokoknya, buanyak”, katanya.

Roekanti adalah sosok ibu periang yang demokratis. Dia tidak pernah menyuruh anak-anaknya jadi apa. Dia hanya berpesan agar anak-anaknya belajar dan bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab. Wanita yang kelihatan segar dan tidak pernah minum obat ini tidak punya kiat agar “awet urip”. Sebab yang membuat “awet urip” adalah Tuhan Yang Maha Esa, katanya. Yang penting menurutnya, nrimo, apa adanya dan mboten nate muring alias tidak pernah marah.

Eyang Roekanti yang kini tinggal bersama putri ketujuhnya, Nastuti Herawati, di Jalan Rasamala, Patrang, Jember ini masih membaca Panyebar Semangat. Paling suka makan dengan lauk sayur. Sedangkan daging, jarang sekali dijamahnya. Barangkali itu yang membuat sang eyang tetap sehat, pikir saya.

Dikepang.
Roekanti dilahirkan di Ngawi, 26 Januari 1918. Putri tunggal pasangan Sarjono dan Masmunah. Karena tugasnya sebagai pegawai kehutanan, pada tahun 1932 pasangan ini dipindah ke Bangsalsari, Jember. Roekanti sendiri yang bersekolah di HIS kelas dua, meneruskan pendidikannya di HIS Jember. Saat itu dia bersama kawan-kawannya banyak yang bersekolah di Jember.

Untuk bersekolah, pemerintah penjajahan Belanda menyediakan sepur (kereta api) khusus dari Tanggul ke Jember pulang pergi. Roekanti senang sekali bisa bersekolah dan banyak punya teman. Abonemen kereta api dari Bangsalsari ke Jember saat itu hanya 2 gulden per bulannya.
Ketika ditanya. dia sudah lupa dimana saja teman-teman sekolahnya yang abonemen sepur saat itu. Yang paling diingat adalah cara berpakaian anak sekolah saat itu. Seragam tidak ada, tetapi murid laki-lagi mengenakan sarung batik, jas tanpa dasi dan tanpa kopiah. Sedang anak perempuannya, pakai jarit dan berkebaya. Rambutnya di klabang, atau bahasa gaulnya dikepang.

Saat Roekanti mulai remaja, ibunya melarang dia melanjutkan sekolah HIS yang gedungnya kini ditempati SMP Negeri I Jember. Menurut ibunya, perempuan tidak perlu sekolah tinggi. “Kulo mrotol ngantos kelas gangsal”, katanya tertawa. Diapun menerima saja. Sama seperti ketika dia harus menikah dengan putra teman bapaknya. Nama laki-laki yang menikahinya pada April 1936 itu adalah Koesdi.

Koesdi adalah salah seorang dari 9 pegawai pamong praja pertama di Kabupaten Jember. Pendidikannya, HIS Kediri yang ditarik ke Jember untuk membantu pekerjaan di kantor kabupaten. Saat itu kantornya di sebuah ruang kecil di Jalan Trunojoyo. Tepatnya di sebelah barat kantor PDAM yang dulu merupakan jagal atau tempat pembantaian hewan.

Suami Roekanti ini adalah kemenakan Wiryodinoto, Wedono Ngadiluwih, Kediri, yang diangkat sebagai Bupati Jember pertama. Menurut Roekanti, nama Notohadinegoro lebih dikenal bila dibandingkan dengan namanya sendiri, Wiryodinoto. Notohadinegoro adalah gelar yang diberikan oleh Mangkunegaran (Solo), karena mempersunting putri Keraton Solo.

Banyak yang dia ceritakan mengenai pertumbuhan Jember sejak ditetapkan sebagai kabupaten. Roekanti bangga menjadi warga Jember sehingga maju seperti saat ini. Dia mengikuti perkembangannya dari bulan ke bulan, dari tahun ke tahun, karena almarhum suaminya kebetulan menjadi Kepala Tata Usaha PUK (sekarang DPUD).

Suaminya pensiun tahun 1959 dan meninggal dunia pada tahun 1973. Roekanti sendiri aktif di Perwari dan PWRI Ranting Patrang. Namun karena harus tinggal di Baratan, aktivitasnya sebagai anggota PWRI mulai surut. “Menawi wonten pertemuan, mboten wonten ingkang ngeteraken”, tuturnya. Tetapi setiap bulannya dia harus ke kota untuk mengambil uang pensiun yang Rp. 692.000 di Bank Jatim.

Lawuh nyambik.
Lantaran falsafah hidupnya yang nrimo dan sabar itulah, Roekanti bersama suaminya tidak mengenal istilah kekurangan. Walaupun anaknya sebelas orang dan harus menyelesaikan sekolahnya. “Pas-pasan, kemawon”, katanya merendah. Dia ceritakan, suatu saat pengeluaran keluarganya mengalami defisit. Maka jalan yang ditempuh adalah menjual rokok yang mereka buat bersama. Rokoknya merk Nastiti, kata sang eyang tertawa. Pembelinya adalah kusir dokar atau cikar yang lewat Jalan Trunojoyo.

Menurut penuturan putra ketiga Roekanti, Koesnindar yang pensiunan perwira AURI, pas-pasan menurutnya mempunyai makna demikian. Untuk hidup kesehariannya, sang bapak yang mencari beras. Sedang anak-anaknya yang mencari lauk pauknya. Ada yang cari sayur, ada yang mencari ikan di sungai. Atau menjual jasa sebagai tukang cat, tukang nglabur atau apa saja yang menghasilkan uang.

Menurut Kusnindar, seringkali mereka sekeluarga makan dengan lauk sayur krokot. Karena krokot ada dimana-mana dan tidak usah beli. Bahkan melahap nyambik tidak jarang mereka lakukan. Menurut putera kelima Roekanti, Koeswanto, salah seorang adiknya sangat pinter berburu nyambik di sungai. Itulah lauk paling nikmat yang mereka rasakan pada saat masa-masa sulit.

Masa-masa kehidupan yang pas-pasan sudah berlalu. Eyang Roekanti kini tinggal menikmati hasil didikan keras almarhum suaminya. Dua putranya pensiunan pamen TNI, pejabat Bank Indonesia, Perwira AURI dan PNS. Satu diantara putranya, Nurul Kusman pernah menjadi Bupati Jombang. Soal karir, orang tua tidak pernah mengarahkannya. Namun dasar keilmuan, disiplin diri dan semangat tinggi selalu ditanamkan oleh pasangan Koesdi dan Roekanti kepada anak anak mereka.

Kunci keberhasilan semuanya adalah karena ketaqwaan mereka kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain menerima segala sesuatunya tanpa “muring”. Dalam gambar tampak eyang Roekanti bersama beberapa putra-putrinya. Gambar lain adalah pasangan eyang Koesdi dan eyang Roekanti.

MAKANNYA 3 RIBU SEHARI


Oleh : Imam Soebagio

Suatu pagi, saat udara masih menggigit tubuh, ketika para jamaah sholat Subuh baru turun dari mesjid, nenek tua ini sudah ada di ujung Jalan Rotawu, Sumbersari. Tepatnya di depan gereja (GKJW) Jalan Karimata, Jember. Jalan Rotawu sendiri merupakan jalan kecil menembus ke Perumahan Jember Permai di Jalan Semeru. Sang nenek belum beranjak ke Jalan Semeru karena masih terlalu gelap. Dia hanya berdiri saja sambil memegangi balon dan bola dagangannya yang ditancapkan di ujung bambu.

Begitulah keseharian nenek tua benama Wasiyah ini. Dia tidak tahu lagi berapa usianya, bahkan dia sudah tidak tahu lagi berapa puluh tahun ditinggal mati suaminya. Hidupnya sendiri. Anak tidak punya. Saudara juga tidak pernah diketahui dimana mereka tinggal. Katanya dia punya sebelas saudara, tetapi dia tidak pernah tahu. Malah sejak kecil ketika meninggalkan tanah kelahirannya di Mumbulsari, 12 kilometer dari kota Jember, dia sudah tidak pernah lagi menjejakkan kakinya disana.

Hidup menjanda, sebatang kara, sendiri, sudah dilakoninya berpuluh-puluh tahun. Tetapi sang nenek beruntung masih punya tempat berteduh di Liposos, Talangsari. Pondoknya dia tempati bersama beberapa puluh gepeng yang beroperasi di kota Jember, milik Dinas Sosial.

“Alhamdulilah saya masih bisa hidup dengan cara begini”, katanya dalam bahasa Jawa beraksen Madura. Tak ada senyum di bibirnya. Tutur katanya sopan, tetapi datar, dan nada bicaranya selalu ngemong. Lansia yang satu ini kalau berucap tidak dapat menggunakan kalimat panjang, sebab kalau terlalu lama bicara dia terengah-engah. Kalau sudah demikian, maka tangannya akan mengelus dadanya. Sesekali menahannya agak dalam. Mungkin ada nyeri di dadanya.

Wasiyah setiap menjelang subuh sudah berangkat menjajakan dagangannya ke perumahan-perumahan yang banyak anak kecilnya. Sebelum terik panas matahari menyengat, sekitar jam sepuluh pagi, dia harus sudah sampai kembali ke pondoknya. “Mboten kiyat panas, mumet”, katanya memelas. Kalau bola dan balon (plembungan : red) dagangannya habis maka dia akan untung Rp. 7 ribu.

Ketika ditanya kenapa tidak naik angkot kalau pulang agar tidak kepanasan, dia jawab tidak. Ongkos angkot Rp. 3 ribu, kan lebih baik buat makan, katanya. Perjalanan panjang dari pondoknya dia harus lakoni dengan jalan kaki pulang balik. Karena hidup sendiri, maka dia juga bisa ngirit, makannya sehari dia cukupkan dengan Rp. 3 ribu. Selebihnya untuk kulakan dan keperluan sehari-hari. Setelah istirahat, biasanya sesudah bedug Ashar, di sudah meniupi balon dan bola yang yang akan dijualnya besok. Rutinitas itu dikerjakannya sampai menjelang Isya.

Wasiyah tidak pernah mengeluh. Hidup ini memang harus dilakoni. Keriput ditangan dan diwajahnya menjadi saksi hidup perjalanan sang nenek menapaki masa tuanya. Saya tidak sampai hati bertanya banyak, sebab jawaban yang keluar dari mulutnya selalu diiringi nafas yang tersengal-sengal. Tetapi lansia yang satu ini, sangat mensyukuri nikmat Tuhan berupa umur yang panjang.



LEWAT LAWANG


Oleh : Imam Soebagio

Tidak seperti biasanya Madun datang kerumah Rekso sambil terengah-engah. Pokoknya saya harus mengambil keputusan pagi ini, kata Madun membuka pembicaraan. Sebagai orang tua, saya harus bijaksana, katanya lagi. Dan keputusan saya ini harus membahagiakan anak perempuan saya, tuturnya penuh semangat. Rekso hanya melongo saja. Tetapi akhirnya Rekso memberanikan diri bertanya, apa pasal ?

Ternyata Madun diminta anak perempuannya, Ambar, untuk memilih calon menantunya. Siang ini dua pujaan hatinya akan datang untuk mempersiapkan kunjungan orang tua mereka melamar Ambar. Dia harus memilih satu diantaranya. Sungguh judeg perasaan Ambar. Orang tuanya juga dibuat pusing dua hari dua malam untuk menentukan pilihannya.

Madun bercerita kepada Rekso. Dua pemuda yang akan melamar anaknya, sama baiknya. Keduanya sudah mapan. Yang satu lulusan Akademi Militer, sudah berdinas di kesatuan elit. Yang satu lulusan IPDN, sudah ditempatkan di sebuah kecamatan. Keduanya baik, sopan, punya masa depan cemerlang. Yang satu berasal dari Malang, yang satunya lagi berasal dari Banyuwangi. Kepada Rekso, Madun minta pendapatnya, yang paling baik milih yang mana.

Rekso memberikan solusi. Dun, kata Rekso, pilih saja yang dari Malang. Kenapa, tanya Madun sambil membelalakkan matanya. Gampang saja, Dun. Kamu tahu, kata Rekso lagi, yang dari Banyuwangi ke Jember pasti lewat genteng. Sedang yang dari Malang pasti lewat lawang. Mata Madun terbelalak sejenak. Kemudian Madun ketawa, dan keduanya terbahak-bahak.

Tanpa terima kasih, tanpa pamit, Madun negloyor pulang. Sambil manggut-manggut Madun bilang, Rekso memang edan. Tetapi itu pilihan bijak, daripada bingung menimbang-nimbang. Rekso tersenyum melihat polah Madun. Percaya atau tidak, kalau dari kota Malang menuju kota Jember pasti lewat lawang, sebuah kota kecil. Lawang dalam bahasa Jawa artinya pintu. Dan kalau dari kota Banyuwangi ke Jember, pasti lewat genteng. Sebuah kota kecil antara kedua kota tersebut, bukannya naik keatas genting atap rumah. Hahahaha. Bukan seperti gambar diatas karya ric/jppn/tof, mau masuk rumah tidak lewat lawang tapi lewat genteng.


NGOROK alias MENDENGKUR



Oleh : Imam Soebagio


Selain mimpi, ngiler, dan menggigau, ngorok alias mendengkur merupakan kebiasaan orang saat tidur. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan Pusbinbangsa Depdikbud, mendengkur adalah mengeluarkan bunyi ”kur, kur” (ketika tidur). Dalam kenyataannya, ngorok alias mendengur tidak hanya berbunyi kur, kur saja. Ada yang bunyinya seperti gergaji yang sedang dipakai menggergaji kayu yang besar. Ada yang seperti colt mogok atau bunyi knalpot truk gandengan. Tetapi ada juga yang santun, berirama namun bunyinya keras. Terkadang diiringi pemandangan lucu, kedua pipi tembem seperti meniup balon udara dan mulut yang buka tutup dengan bibir yang bergetar.

Gaya mendengkur seperti yang terakhir inilah yang menyebabkan banyak kemurkaan teman tidur. Baik sang isteri atau sang cucu. Teman penulis punya pengalaman menarik. Saat tidur siang bersama cucunya, tiba-tiba dia dikagetkan tamparan sang cucu pada mulutnya. Sang cucu berteriak, jangan ngorok. Sang kakek menyadari kesalahannya dan menghentikan ngoroknya.

Di Madiun seorang nenek rela pisah ranjang dengan suaminya yang membuahi empat cucu gara-gara dengkurannya yang semakin tua semakin “mengerikan”. Anehnya, para pendengkur tidak merasa kalau dia mendengkur bahkan tidak bisa mendengar dengkurannya sendiri. Kecuali sedang tidur ayam atau setengah tidur.

Walaupun tampaknya memang tidak berbahaya, masalah mendengkur tidak boleh dijadikan hal sepele. Sebab, kebiasaan mendengkur merupakan pertanda adanya bagian-bagian di sekitar tenggorokan dan pernafasan yang tidak beres. Ketidakberesan itulah yang agaknya boleh disebut kelainan. Pendengkur sendiri bahkan dapat terganggu kesehatannya.

Penyebab.
Menurut para ahli, dengkuran timbul karena orangnya mengalami penyumbatan sebagian di bagian teratas saluran udara di tenggorokannya. Di daerah ini terdapat langit-langit mulut yang lunak dengan jaringan di sekitar amandel tenggorokan. Jaringan itu pada saat orang bernafas, menarik atau mengeluarkan udara akan bergetar. Getaran itulah yang kemudian mengeluarkan suara keras berupa dengkuran.

Saat tidur semakin lelap, otot-otot di langit-langit mulut, lidah dan tenggorokan akan mengendor. Saluran udara yang teratas juga turut mengendor dan turun, sehingga pipanya menjadi semakin menyempit. Anak lidah juga dapat menambah sempitnya seluruh pernafasan. Hal ini disebabkan letaknya yang menggeser ke belakang tenggorokan. Sehingga suara dengkurannya menjadi semakin keras.

Beberapa sumber mengatakan dengkuran antara lain akibat demam, amandel yang membesar atau ukuran badan pendengkur yang gemuk. Bisa juga terjadi dengkuran karena alergi, pengaruh pembiusan atau alkohol.

Untuk diketahui bahwa dengkur adalah gejala tidak normal, bahkan tidak sehat. Semakin keras dengkurannya, maka semakin sulit pernafasannya. Karena sulit bernafas, maka jantung harus bekerja keras agar oksigen dapat cukup banyak yang masuk ke paru-paru. Ini berarti membuat jantung mendapat beban yang lebih dari semestinya.

Akibat yang lain dari dengkuran yang berat, setelah bangun tidur tidak sepenuhnya merasa sehat dan segar. Terkadang seringkali merasa lelah dan kantuk.

Bantal tinggi.
Ada beberapa kiat bagaimana mengurangi kelainan ini. Pertama, jangan tidur tertelentang. Tidurlah dalam posisi miring. Kedua, tidurlah dengan bantal yang agak tinggi. Pada bagian kepala bersandar tinggi bantal seyogyanya antara 15 sampai 20 cm. Ketiga, jangan mengatasi masalah ngorok alias mendengkur ini dengan obat penenang atau pil tidur. Hindari minum alkohol sebelum tidur. Keempat, bagi yang badannya gemuk, kurangilah berat badannya.

Dan yang paling penting, pada saat anda mendengkur, jangan marah kalau dibangunkan teman tidur. Hal ini untuk menghindari akibat fatal, yakni kesulitan bernafas. Tidak hanya sekedar membangunkan agar tidak ngorok lagi. Nah, sebelum ngorok dilarang, mendengkurlah yang sopan.

Selamat mendengkur.


GAJI KE-13


Oleh : Imam Soebagio

Jaman dulu alias jadul, namanya THR kependekan Tunjangan Hari Raya. Disebut demikian karena pemerintah menganggap para anggota ABRI dan PNS perlu merayakan hari raya Idul Fitri. Maklumlah, saat itu kesejahteraan para anggota ABRI dan PNS masih kurang bagus. Oleh karena itu menjelang lebaran tiba, THR digulirkan. Saya lupa, sejak kapan THR berganti istilah menjadi gaji ke-13. Tetapi sejak beberapa tahun lalu gaji ke-13 tidak dibagikan menjelang lebaran. Namun dibagikan menjelang tahun ajaran baru.

Perubahan waktu pembagian gaji ke-13 itu ternyata sangat membantu para PNS, tentara dan polri yang kehidupannya masih pas-pasan juga.. Kalau dibagikan menjelang lebaran biasanya hanya untuk beli kue dan sangu unjung-unjung. Sedangkan kalau dibagikan menjelang tahun ajaran baru, manfaatnya dirasakan sangat besar. Termasuk bagi para pensiunan. Walaupun para pensiunan kebanyakan sudah tidak punya anak bersekolah, sebagai orang timur mereka masih memberi “dukungan” buat cucu-cucunya. Jadi, gaji ke-13 masih mereka tunggu.

Menurut Deputi Informasi Kepegawaian BKN (Badan Kepegawaian Nasional) Masnirani Mochtar, gaji ke-13 adalah merupakan bentuk subsidi pendidikan bagi PNS yang memiliki anak yang masih mengikuti pendidikan.

Besarnya gaji ke-13 ini sama persis dengan gaji bulanan yang diterima para PNS, tentara, polri dan pensiunan. Dan, pemberian gaji ini merupakan hasil kesepakatan Pemerintah dan DPR sewaktu merumuskan APBN 2009. pembayarannya ditetapkan bulan Juni 2009 ini.
Lepas dari adanya unsur politis atau tidak, pembayaran gaji ke-13 dilakukan beberapa hari menjelang pemilihan Presiden. Dipolitisir atau tidak untuk “mensukseskan” pemilihan Presiden tentunya para penerima termasuk pensiunan, juga tidak mau tahu. Sebab uang itu sangat bermanfaat untuk membiayai pendidikan anak dan cucu yang kian hari kian mahal, bahkan tak terjangkau.

Dalam rapat koordinasi pengurus PWRI empat kabupaten, yakni Jember, Banyuwangi, Bondowoso dan Situbondo di Banyuwangi (13/6) ada sinyal dari Kepala PT Taspen Jember, Didi Suryadi. “Isyallah, pembayaran gaji ke-13 para pensiunan, tidak lebih dari tanggal 29 Juni 2009”, kata Didi. Pastinya memang belum, sebab hitam diatas putih belum diterima Didi, katanya lagi.

Kapanpun keluarnya, harapan para pensiunan, sebelum tahun ajaran baru sudah bisa mereka terima. Kalaupun gaji ke-13 keluar sebelum pemilihan Presiden, alhamdulilah. Pastinya masyarakat tetap akan berbondong-bondong menuju TPS. Untuk memilih yang nomor satu atau yang lain. Sumonggo dan tetap merdeka !



NUTUL NUTUL SEPERTI AYAM SAJA


Oleh : Imam Soebagio

Saya senantiasa ingat sebuah pepatah dari sono, bunyinya All beginning are difficult. Semua permulaan adalah sukar. Di dunia wirausaha juga begitu. Saat seseorang hendak memulai berwirausaha, maka sejumlah hantu menghadangnya. Ada yang dihantui kerugian besar manakala usahanya tidak berhasil. Atau persaingan yang semakin tajam. Belum lagi masalah modal usaha dan komoditi (barang dagangan) yang hendak digelutinya.

Adalah Handito Hadi Joewono, wirausahawan muda yang sukses, memberi semangat. Menurutnya, modal bukan merupakan faktor utama dalam menjalankan wirausaha. Baginya, modal bukan hanya uang, tetapi juga keuletan, kerja keras dan intuisi yang baik. Dengan intuisi baik, seseorang akan dapat memilah pasar secara cermat untuk meminimalkan risiko.

“Tidak harus ahli, tetapi harus memahami segala hal mengenai wirausaha yang digelutinya”, kata Handito yang juga Ketua Komite Tetap Bidang Pengembangan dan Pemasaran Produk KADIN Indonesia. Oleh karena itu disarankan, bagi yang baru pertama kali mencoba berwirausaha, agar lebih aman, cari yang pasarnya sudah ada.

Benar apa yang disampaikan Handito pada sebuah talkshow dengan tema “Menaklukkan Dunia Wirausaha” di Bandung, 5 Februari 2009 lalu. Penulis adalah orang pertama di Jember yang membuka Depot Air Minum. Hampir tiga bulan sejak depot ini dibuka, tantangan, cemoohan, sinisme datang silih berganti. Padahal air baku didatangkan dari Pandaan, Pasuruan. Saat itu susah sekali memasarkan air minum isi ulang ini. Tetapi, setelah air minum isi ulang ini laku dan diterima masyarakat, maka bermunculanlah depot air minum lain.

Ada cerita lain. Setiap orang mengenal tape dan setiap orang menyukainya. Dari waktu ke waktu tape hanya dijual dengan bungkus daun pisang atau daun pohon waru. Supaya orang gedongan mau beli, maka bungkus tape kemudian diganti dengan besek.

Kini bungkus tape semakin maju. Selain dimaksudkan untuk menjaga kebersihan, juga agar menjadi lebih menarik. Ada yang dimasukkan dalam kotak yang dilengkapi garpu plastik kecil. Bahkan ada yang dikemas dalam plastik. Pada akhirnya tape masa kini tidak hanya dijual di trotoar pinggir jalan, tetapi sudah masuk mal dan super market. Para penjualnya tidak perlu menjelaskan rasa dan bagaimana cara membuat tape. Sebab dari jaman dulu sampai sekarang, tape pohung membuatnya tetap sama.

Berpikir cepat.
Sementara itu pakar motivasi dari Action Coach, Mutia Prihatini mengemukakan bahwa berwirausaha adalah seni untuk menyenangkan orang lain. Dengan kata lain, produk yang ditawarkan harus diterima oleh pasar. Nemun demikian, sebelum menyenangkan orang lain calon wirausahawan harus menyemangati diri sendiri. “Jadi, wirausaha yang digeluti harus menyenangkan diri sendiri. Jangan jadi beban, tetapi justru menjadi motivator”, tuturnya.

Mutia menambahkan, dalam wirausaha yang digeluti hendaknya bisa memberi makan bagi diri sendiri, keluarga maupun orang lain. Dia mencontohkan filosofi wirausaha diibaratkan seperti memberi makan ayam. Ayam makannya sedikit-sedikit, nutul-nutul tiap hari. Seperti halnya wirausaha, untung sedikit tidak masalah. Yang penting bisa untuk makan sehari-hari.

Memulai wirausaha menurutnya, juga tidak harus mencari pasar terlalu lama. Kebanyakan orang terlalu banyak pertimbangan yang berat. Bikin semuanya simple atau sederhana. “Bertindak cepat, jangan banyak pertimbangan”, tandasnya. Sebab melakukan wirausaha bukan mencari suami atau isteri yang harus dilihat bibit, bobot, bebet-nya.


ROCKER TK


Bidikan : Aditia

Nggak tahu, belajar dari mana cucuku yang satu ini. Tahu2 ketika perpisahan TK Dharma Indria II Jember dia jadi rocker beneran. Seisi PKM Universitas Jember tertawa terpingkal-pingkal, termasuk juga Rektor yang menyaksikannya. Peristiwa itu dijepret oleh bapaknya adi, cucuku.




KECUKUPAN TIDUR


Oleh : Imam Soebagio

Tidur adalah suatu proses yang sangat penting bagi manusia. Karena dalam tidur, terjadi proses pemulihan. Proses ini bermanfaat mengembalikan kondisi seseorang pada keadaan semula. Dengan tidur, tubuh yang tadinya mengalami kelelahan akan menjadi segar kembali.

Tidur merupakan suatu keadaan istirahat yang bersifat periodik. Pada saat itu terlihat adanya penurunan keasadaran dan aktifitas. Pada waktu tidur, tubuh terutama otaak, berkesempatan membenahi keadaannya. Tekanan darah menurun. Metabolisme tubuh bekerja pada kecepatan paling rendah. Detak jantung melambat, sensivitas tubuh terhadap rasa sakit, cahaya dan bunyi menurun. Bahkan suhu pun menurun.

Mengutip laporan ahli kimia Amerika dr. P Carbone, dengan tidur seseorang melakukan pembersihan diri dari “sampah penyebab kelelahan”. Ia mengungkapkan, dalam sehari, “sampah” yang berasal dari seluruh kegiatan otot tubuh – sebagian besar terdiri atas dioksida dan asam laknat – menumpuk dalam darah. “Sampah” ini mempunyai efek toksik pada saraf, yang menyebabkan rasa lelah dan mengantuk.

Selama tidur, “sampah” tersebut dimusnahkan, sehingga saat bangun tubuh terasa segar. Namun, puncak segar menurut para ahli, baru dirasakan dua jam sesudahnya.

Terasa loyo.
Orang yang kurang tidur akan cepat lelah dan mengalami penurunan konsentrasi. Contoh sehari-hari, banyaknya kecelakaan lalu lintas pada umumnya akibat dari pengemudi yang kelelahan akibat kurang tidur kerena kurangnya konsentrasi. Oleh karena itu, kecukupan dan kualitas tidur perlu menjadi perhatian.

Namun demikian, kualitas tidur tidak bergantung kepada jumlah atau lamanya. Namun bergantung pada pemenuhan kebutuhan tubuh akan tidur. Contoh sederhana. Seseorang yang baru jalan pagi pasti akan merasa kelelahan. Kadar kelelahannya tergantung kepada seberapa banyak jalan pagi dilakukan. Untuk memulihkan pada kondisi atau keadaan semula, obatnya adalah merebahkan diri dan memejamkan mata atau tidur sejenak.

Kita tidak perlu malu merebahkan diri pada pagi hari. Lima menit atau sepuluh menit memejamkan mata membuat badan terasa sehat kembali. Pikiranpun akan mampu berkonsentrasi untuk pekerjaan lain. Kurang tidur akan menyebabkan proses penuaan bisa terjadi lebih cepat, kata Carbone.

Indikator tercukupinya waktu tidur adalah kondisi tubuh waktu bangun tidur. Jika merasa segar setelah bangun tidur, berarti tidur kita sudah cukup. Jika badan masih terasa loyo ketika bangun tidur, berarti tidurnya masih kurang. Ada yang mengatakan, sepertiga dari sehari semalam atau 24 jam adalah waktu yang cukup untuk tidur.

Memang tidak semua orang mau atau mampu memenuhi takaran tidur selama delapan jam sehari. Bagi balita takaran tidur harus lebih banyak dari delapan jam. Sebaliknya bagi orang dewasa, bahkan lansia tentunya punya takaran tidur kurang dari delapan jam sehari. Semakin tua usia seseorang, semakin sedikit takaran tidurnya.

Obat mujarab.
Kualitas tidur merupakan sumber kesegaran, tenaga dan vitallitas yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan produktivitas keesokan harinya. Kualitas tidur adalah kebutuhan mutlak yang sama pentingnya dengan makanan bergizi dan olah raga. Jika kita mengalami insomnia (in = tidak, sommus = tidur), yakin keesokan harinya kita tidak fresh. Dan, tidak bisa melakukan apa-apa.

Ada resep untuk menyembuhkan insomnia. Hindari obat kimia, karena ada obat yang tersedia disekitar kita.
  • Resep pertama. 2-3 ons kangkung yang telah dicelupkan sebentar ke dalam air mendidih + 50 gram kismis, di blender dengan air secukupnya. Kemudian diminum.
  • Resep kedua. 5 buah kurma yang dibuang bijinya + satu buah pisang diblender dengan air secukupnya. Tambahkan 2-3 sendok makan madu kemudian diaduk. Setelah rata, diminum
Kalau ingin menjaga kualitas tidur, ada beberapa tip yang bisa dilakukan :
  • Olah raga teratur adalah obat mujarab untuk menetralisir ketegangan fisik dan pikiran. Selain teratur hendaknya melakukan olah raga yang terukur. Menyesuaikan dengan kemampuan fisik.
  • Ciptakan suasana yang nyaman. Jangan terlalu banyak berfikir. Lakukan ritual tidur menyenangkan seperti mendengarkan musik lembut atau membaca bacaan ringan.
  • Jangan tidur dalam keadaan lapar atau kekenyangan. Hindari ngemil dengan kandungan lemak tinggi karena membutuhkan waktu lebih lama untuk dicerna. Lebih baik makan buah-buahan rendah kalori seperti pisang atau apel. Jangan buah yang mengandung gas, seperti durian.
Semoga mimpi indah.