DASAR TUWEK

Oleh : Pakde Bagio

Pensiunan PLN Jember yang satu ini namanya Jatin. Ada saja yang diceritakannya. Terutama kisah masa lalu sampai masa kini. Sukanya rengeng2 tapi tak bisa mainkan alat musik. Ceritanya selalu menimbulkan gelak tawa temannya. Seperti kisah temannya ini yang diceritakannya kepada teman2 lainnya. gambar ini adalah Jatin yang penuh humor saat di Tanjung Kodok, Lamongan, Jatim.

Lansia yang satu ini biasanya lepas magrib sudah tidak kerasan di rumah. Hampir setiap malam selalu nonggo ke rumah teman-teman sebayanya. Ponijo selalu ingat pitutur kyainya yang bernama Haji Jamek. Kata sang kyai, perbanyak silaturakhim agar lansia awet urip.

Seperti malam itu, malam minggu. Ponijo jagongan di rumah Rahmad sampai agak larut. Pasalnya, sejak Ponijo duduk di rumah sahabatnya ini, hujan turun sangat lebatnya. Menjelang jam sepuluh malam, tuan rumah menawarkan kepada Ponijo untuk bermalam saja. Sebab hujan tidak berhenti, malah semakin lebat. Rahmad tahu kalau penyakit sesak dan batuk kronis Ponijo akan kambuh kalau kedinginan apalagi kalau kehujanan.

Ponijo mengiyakan, tanda setuju untuk bermalam. Tiba-tiba Ponijo bangkit dan keluar rumah.
- Kemana Jo, tanya Rahmad.
- Pulang sebentar, ngambil sarung dan selimut, jawab Ponijo.
- Lho, katanya bermalam disini.
- Iya, ngambil sarung dan selimut dulu, biar nanti nggak kedinginan.



DASAR CEREWET


oleh : pakde bagio

Beda dengan para isteri yang lain, walaupun Yu Sri dua tahun lagi pensiun, masih menyempatkan diri masak pagi. Sebelum berangkat mengajar. Untuk suaminya yang sudah pensiun. Selain karena hobinya memasak, Yu Sri memandang, memasak itu ngirit dan lebih higienis. Sang suami juga tidak keberatan. Namun ternyata tidak mudah melayani suami Yu Sri, yang sehari-hari kegiatannya main game, face book-an, baca koran, mengisi TTS. Dikurangi waktu antar jemput Yu Sri bekerja.

Suami Yu Sri termasuk orang yang tidak rewel. Cuma cara bicaranya terkadang terdengar agak aneh setelah pensiun dan punya kesibukan main komputer dan internet. Walau demikian, setiap malam Yu Sri selalu bertanya kepada suaminya, besok pingin sayur apa. Mas Imam terkadang lama sekali menjawabnya, mikir untuk mengambil keputusan. Terkadang jawabnya, terserah. Yu Sri sering bingung. Tetapi usai Sholat Tahajud, Yu Sri pasti menemukan jawabnya. Dan sesudah subuh, dia sudah belanja ke wlijo yang menghampiri rumahnya.

Begitu Mas Imam makan pagi, sebelum mengantar Yu Sri, mulailah ujian bagi sang isteri. Buk, koq masak pecel labu siem, tanya Mas Imam. Dijawab isterinya, iya pak, labunya kan empuk. Buk, kamu tahu kan, kalau kacangnya bumbu pecel membuat lansia mengidap asam urat dan kolesterol. Kalau terus-terusan makan pecel, aku kan bisa semper, kata suaminya.

Besoknya Yu Siti tidak masak pecel, karena takut suaminya terkena asam urat dan kolesterol. Dia masak oseng-oseng labu siem dan kacang tolo. Mas Imam mengomentari masakan isterinya. Kalau labu siemnya bagus, tapi kalau ditumis, minyaknya bisa menimbun kolesterol jahat, kata sang suami. Lha, kalau gorengan terus, lama-lama pembuluh darah kan dipenuhi kolesterol jahat. Akibatnya sakit jantung, kata Mas Imam sok pinter. Sang isteri bingung lagi.

Nah, kalau begitu besok pagi masak sop, ya pak. Usul sang isteri. Apa jawab Mas Imam. Bagus buk, kentangnya empuk, tapi wortelnya kan keras. Gigi palsuku kan nggak bisa untuk menggigit makanan keras. Jangan-jangan gigiku tertelan, wortelnya yang tertinggal di mulut. Lagian, aku tidak sakit mata, koq diberi wortel. Wortel memang mengandung vitamin D, khasiatnya untuk menyehatkan mata. Sang isteri bingung lagi.

Tetapi karena cinta Yu Sri memang setengah mati kepada suaminya, menjelang tidur malam selalu ditanyakan besok dimasakkan lauk apa. Seperti malam minggu kemarin. Rawon nggak mau karena mengandung lemak. Tahu bumbu nggak mau karena tahunya mengandung cuka yang menyebabkan rematik. Urap-urap tidak juga mau karena parutan kelapanya nylilit di gigi. Tumis kangkung tidak mau juga karena menyebabkan ngantukan. Nasi goreng ditolak, karena menyebabkan ngantuk. Botok simbukan tidak juga mau karena bisa ngentutan.

Setelah dead lock alias menemukan jalan buntu, akhirnya ada kesepakatan baru. Untuk makan pagi sang suami, segala macam bahan lauk disiapkan di kulkas. Kalau kepingin sesuatu tinggal masak sendiri. Demi kesehatan mas Imam, pekerjaan itu dilakoni dengan senang hati. Dua, tiga, lima hari tidak ada masalah. Menjelang hari keenam mas Imam menyerah juga.

Kalau cuma memasak tidaklah sulit bagi mas Imam. Yang berat adalah ikutannya. Harus cuci piring dan peralatan dapur lainnya, menyapu, membuang sampah dan lain lain. Dan ketika energi habis baru makan. Selera pun habis, sehingga makan jadi ogah ogahan. Maka tugas memasak untuk makan pagi dikembalikan kepada sang isteri. ”Huh, disayang bojo koq gak mau. Dasar tuwek”, kata Yu Sri. Mas Imam bisanya Cuma mengecup kening isterinya, mungkin tanda sayang juga.



MALING TERIAK MALING


Oleh : Imam Soebagio


Ketika saya mengajar, Kamis (18/3/10), seorang mahasiswa bertanya. Apakah maling teriak maling itu benar ada ? Apakah cuma bukan jargon politik atau istilah kebanyakan saja. Saya jawab, ada, karena saya pernah melihatnya.

Pertanyaan mahasiswa itu terkait dengan santernya istilah maling teriak maling dalam media massa terkait dengan statemen Jenderal Susno Duaji. Polisi berpangkat Komjen (Komisaris Jenderal) yang menjadi semakin terkenal karena mengungkap cerita kurang sedap di tubuh institusi yang pernah membesarkannya sampai menjabat Kabareskrim.


Supaya ada kesamaan persepsi, perlu disepakati dulu siapa yang disebut maling. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua yang diterbitkan Balai Pustaka Depsikbud (1995), yang disebut maling adalah orang yang mengambil milik orang lain secara sembunyi-sembunyi. Atau pencuri (terutama yang mencuri pada malam hari).

Peristiwa yang masih saya ingat itu (unforgetable) terjadi sekitar tahun 1958-an. Saat itu saya bersama orang tua sudah pindah ke Jember, sedang nenek masih tinggal di Bondowoso. Sekitar 33 kilometer dari kota Jember di Jawa Timur. mBah Karso, nenek saya itu tinggal di Jalan Kranggan Gang Purbo. Suatu perkampungan padat penduduk dekat alun-alun kota Bondowoso.

Hampir setiap libur sekolah, saya selalu ke tempat nenek dan bermalam selama beberapa malam. Seperti saat peristiwa itu terjadi. Malam itu, ketika orang terlelap tidur dikejutkan oleh teriakan maling-maling. Semua orang dewasa dan pemuda berhamburan keluar rumah menuju tempat teriakan. Kata mereka ada maling gagal membobol rumah penduduk dan lari kearah sungai di barat kampung.

Masyarakat berlarian mengejar kearah sungai. Menurut cerita paman saya yang ikut mengejar, dari kejauhan tampak dua orang berlari kencang kearah sungai. Tidak jauh dari kedua orang itu beberapa ikut mengejarnya. Di dekat sungai, kata paman saya, salah satu dari dua orang di depan itu berteriak-teriak, “ini malingnya, ini malingnya”. Maka pendudukpun memukulinya beramai-ramai dalam kegelapan malam. Ada yang memukul dengan tangan kosong, ada yang memukulinya dengan kentes (kayu pemukul) ada juga yang memukul dengan bambu pagar.

Sang maling yang sudah tidak berkutik karena sekujur tubuhnya berlumuran darah, digotonglah dia ke dekat rumah penduduk. Setiap orang ingin tahu siapa maling itu, maka dengan penerangan obor dan sentolop (senter) wajah maling yang sudah berlumuran darah itu diseka. Betapa kagetnya penduduk ketika diketahui bahwa maling yang baru mereka keroyok adalah tokoh masyarakat setempat.

Sebelum menghembuskan nafas terakhir korban pengeroyokan itu mengatakan kalau malingnya adalah yang dia kejar di depan. Saat sang maling (yang asli) terpegang sarungnya, justru dia yang berteriak-teriak, “ini malingnya, ini malingnya”. Kontan saja para pengejar lain dalam kegelapan malam menggebukinya.

Penduduk pun penasaran. Mereka kembali ke sungai mencari sang maling. Setibanya di tepi sungai mereka dikejutkan dengan teriakan seseorang di seberang sungai. Setelah diterangi dengan senter, seseorang yang tidak dikenal mengepalkan tinjunya dan membokongi dengan memelorotkan celananya. Dia tertawa keras, hahahahahaha, kata paman. Kemudian maling itupun lari kearah persawahan dalam kegelapan malam. Gambar pelengkap tulisan ini diambil di internet seorang maling yang nyonyor digebug massa.