Oleh : Dra. Hj. Soeprapti Soedjatno
Sejak masih jadi PNS dulu, sebelum masuk lansia, saya sudah mengenal akronim ini. Setu Legi alias setengah tuwo lemu ginuk-ginuk. Saya membayangkan orang yang masuk kategori ini adalah seseorang (ibu) setengah baya, berperawakan pendek gemuk dan berpenampilan lucu. Biasanya orang yang masuk kategori ini adalah ibu-ibu yang sudah mapan. Itu menurut pikiran kami saat itu.
Ternyata, ketika beberapa waktu lalu saya baca “Bausastra Jawa” karangan Prawiro Atmodjo terbitan Yayasan Djojo Bojo 1994, akronim itu cuma guyonan. Sebab ginuk ginuk artinya gemuk sekali. Jadi lemu sama dengan gemuk ditambah gemuk sekali.
Namun, sampai kini akronim setu lagi masih saja jadi bahan pembicaraan manakala melihat ada orang (ibu) yang agak “seger”. Dan tidak tinggi. Kata banyak dokter, orang bisa jadi gemuk bukan karena penyakit. Cuma karena pola hidup dan pola makan yang semau gue.
Tidak ada yang salah dengan menjadi gemuk. Yang penting tetap sehat, tetap produktif, masih berguna bagi sesama. Bahkan, setu legi tidak sedikit yang menjadi pemandu senam. Di banyak tempat dan sasana senam, ternyata setu legi menjadi favorit jadi pemandu bahkan menjadi pelatih senam. Gerakannya elok, apalagi kalau diiringi lagu berirama disko, poco-poco, cha cha atau ndangdut. Hem.
Meski demikian beberapa teman yang masuk kategori setu legi, ada yang gerah karena menganggap dirinya terlalu subur. Bahkan ada yang memang sudah terlampau gemuk. Akhirnya melakukan diet dengan cara ekstrim. Maka hasilnya dapat ditebak, mereka yang melakukan diet ekstrim atau keras malah jadi sakit. Ambruk, tidak ketulungan.
Menurut beberapa teman juga, kalau sudah terlanjur lemu ginuk ginuk, biarkan saja. Sebaiknya kita manage kegemukan itu agar tidak menganggu kesehatan dan aktifitas. Toh sudah terlanjur. Dan, yang merasa sehat kan diri kita sendiri. Bahkan ada yang mengatakan bahwa gemuk merupakan simbol kesejahteraan keluarga.
Lingkar pinggang.
Secara sederhana menurut P. Bernardus dalam bukunya berjudul “Rajin Ukur Lingkar Pinggang Yuk” ada pedoman kita gemuk atau tidak. Kalau lingkar pinggang sudah melewati batasan 80 cm untuk wanita dan di atas 90 cm untuk pria, berarti kesehatan kita sedang berada di posisi 'lampu kuning'. Artinya, kita gemuk. Karena sudah banyak timbunan lemak di pinggang.
Sementara itu, binaragawan Ade Rai punya hitungan sendiri untuk melihat kita gemuk atau tidak. Barometer gemuk tidaknya seseorang bisa dilihat dari Indeks Massa Tubuh (IMT), katanya. Patokannya adalah :
Kurus - IMT <> 27
Untuk menghitung IMT, rumusnya adalah sebagai berikut : Berat Badan (dalam kilogram) : Tinggi Badan (dalam meter) ^ 2. Contoh. Bila seseorang memiliki berat badan 70 kg dengan tinggi badan 165 cm. Maka IMT-nya adalah: 70 kg : (1,65 ^ 2) = 26,08. Artinya, gemuk.
Lalu seberapa jauhkah dirinya dari ideal ? Untuk mendapatkan indikasi seberapa jauh dirinya dari ideal, maka kita tinggal membalikkan rumusannya. Berat Badan Ideal = IMT Sedang x Tinggi Badan. Untuk contoh di atas, maka:
Berat Badan Ideal = 21 s/d 24,99 x 1,65 ^ 2
= 57,2 kg s/d 65,3 kg.
Berarti orang tersebut sudah kelebihan berat badan sebanyak 4,7 – 12,8 kg.
Terus bagaimana ?
Tidak untuk menakut-nakuti orang yang terlanjur lemu ginuk-ginuk, menurut Profesor Anthony Barnett dari University of Birmingham kegemukan dapat meningkatkan risiko penyakit diabetes dan jantung hingga 4 kali lipat. Sedangkan menurut Ade Rai, orang yang masuk dalam kategori gemuk dan obese menghadapi risiko penyakit jantung 200%, kolesterol tinggi 180%, tekanan darah tinggi 211%, stroke 155%, meninggal lebih awal 150% daripada mereka yang masuk dalam kategori sedang.
Setelah membaca tulisan ini, pasti akan timbul pertanyaan. Apa upaya kita untuk me-manage kegemukan kita ? Ada kiat untuk mengantisipasinya.
Ternyata, ketika beberapa waktu lalu saya baca “Bausastra Jawa” karangan Prawiro Atmodjo terbitan Yayasan Djojo Bojo 1994, akronim itu cuma guyonan. Sebab ginuk ginuk artinya gemuk sekali. Jadi lemu sama dengan gemuk ditambah gemuk sekali.
Namun, sampai kini akronim setu lagi masih saja jadi bahan pembicaraan manakala melihat ada orang (ibu) yang agak “seger”. Dan tidak tinggi. Kata banyak dokter, orang bisa jadi gemuk bukan karena penyakit. Cuma karena pola hidup dan pola makan yang semau gue.
Tidak ada yang salah dengan menjadi gemuk. Yang penting tetap sehat, tetap produktif, masih berguna bagi sesama. Bahkan, setu legi tidak sedikit yang menjadi pemandu senam. Di banyak tempat dan sasana senam, ternyata setu legi menjadi favorit jadi pemandu bahkan menjadi pelatih senam. Gerakannya elok, apalagi kalau diiringi lagu berirama disko, poco-poco, cha cha atau ndangdut. Hem.
Meski demikian beberapa teman yang masuk kategori setu legi, ada yang gerah karena menganggap dirinya terlalu subur. Bahkan ada yang memang sudah terlampau gemuk. Akhirnya melakukan diet dengan cara ekstrim. Maka hasilnya dapat ditebak, mereka yang melakukan diet ekstrim atau keras malah jadi sakit. Ambruk, tidak ketulungan.
Menurut beberapa teman juga, kalau sudah terlanjur lemu ginuk ginuk, biarkan saja. Sebaiknya kita manage kegemukan itu agar tidak menganggu kesehatan dan aktifitas. Toh sudah terlanjur. Dan, yang merasa sehat kan diri kita sendiri. Bahkan ada yang mengatakan bahwa gemuk merupakan simbol kesejahteraan keluarga.
Lingkar pinggang.
Secara sederhana menurut P. Bernardus dalam bukunya berjudul “Rajin Ukur Lingkar Pinggang Yuk” ada pedoman kita gemuk atau tidak. Kalau lingkar pinggang sudah melewati batasan 80 cm untuk wanita dan di atas 90 cm untuk pria, berarti kesehatan kita sedang berada di posisi 'lampu kuning'. Artinya, kita gemuk. Karena sudah banyak timbunan lemak di pinggang.
Sementara itu, binaragawan Ade Rai punya hitungan sendiri untuk melihat kita gemuk atau tidak. Barometer gemuk tidaknya seseorang bisa dilihat dari Indeks Massa Tubuh (IMT), katanya. Patokannya adalah :
Kurus - IMT <> 27
Untuk menghitung IMT, rumusnya adalah sebagai berikut : Berat Badan (dalam kilogram) : Tinggi Badan (dalam meter) ^ 2. Contoh. Bila seseorang memiliki berat badan 70 kg dengan tinggi badan 165 cm. Maka IMT-nya adalah: 70 kg : (1,65 ^ 2) = 26,08. Artinya, gemuk.
Lalu seberapa jauhkah dirinya dari ideal ? Untuk mendapatkan indikasi seberapa jauh dirinya dari ideal, maka kita tinggal membalikkan rumusannya. Berat Badan Ideal = IMT Sedang x Tinggi Badan. Untuk contoh di atas, maka:
Berat Badan Ideal = 21 s/d 24,99 x 1,65 ^ 2
= 57,2 kg s/d 65,3 kg.
Berarti orang tersebut sudah kelebihan berat badan sebanyak 4,7 – 12,8 kg.
Terus bagaimana ?
Tidak untuk menakut-nakuti orang yang terlanjur lemu ginuk-ginuk, menurut Profesor Anthony Barnett dari University of Birmingham kegemukan dapat meningkatkan risiko penyakit diabetes dan jantung hingga 4 kali lipat. Sedangkan menurut Ade Rai, orang yang masuk dalam kategori gemuk dan obese menghadapi risiko penyakit jantung 200%, kolesterol tinggi 180%, tekanan darah tinggi 211%, stroke 155%, meninggal lebih awal 150% daripada mereka yang masuk dalam kategori sedang.
Setelah membaca tulisan ini, pasti akan timbul pertanyaan. Apa upaya kita untuk me-manage kegemukan kita ? Ada kiat untuk mengantisipasinya.
- Kurangi jumlah kalori. Tetap makan 3 kali sehari ditambah kudapan sehat namun dengan jumlah kalori yang lebih sedikit.
- Hindari beberapa daftar berikut demi tubuh Anda. Tidak membeli bahan makanan dan minuman yang mengandung lemak jenuh (saturated fat), minyak hidrogenat (trans fat), sirup seperti sirup jagung high-fructose.
- Makan lebih banyak buah segar, sayur-sayuran, dan biji-bijian.
- Berjalan selama 30 menit setiap hari.
- Lakukan latihan dengan beban setelah sebulan berolahraga. Setelah 30 hari berjalan kaki secara teratur, bentuk otot tubuh dengan mengangkat beban selama 20 menit.
- Ukur dengan meteran baju lingkar pinggang bukan timbangan badan.
0 komentar:
Posting Komentar