Sebegitu sayangnya Badrus kepada cucu tunggalnya, sehingga setiap sore dia pasti mengajak cucunya jalan-jalan. Menaiki ngeng-ngeng (nama sepeda motor menurut bahasa cucunya) keliling alun-alun. Sampai di alun-alun, sang cucu selalu minta dibelikan roti. Tetapi, roti yang dibeli harus selalu model dan rasa lain. Inilah yang membuat Badrus bingung setiap sore melayani cucu kesayangannya.
Sudah puluhan model dan rasa roti yang setiap sore dibelinya. Mulai roti unyil, roti kacang, roti pisang, roti kismis, roti keju, roti kering sampai tawar dan roti sisir beraroma vanila. Tadinya, Badrus setuju saja setiap sore sang cucu ganti roti. Tetapi akhirnya sang kakek bisa mangkel juga. Sebab roti yang tadinya harganya seribu dua ribu, kini malah sampai enam belas ribu. Ini artinya jatah rokok Badrus semakin berkurang.
Jum’at sore pekan lalu, ketika diajak keliling kota naik ngeng-ngeng, sang cucu rewel sambil meronta-ronta. Pasalnya dia tidak mau dibelikan roti roti yang pernah dia makan. Badrus kehilangan akal, sambil memperhatikan lalu lalang sepeda motor yang melintas di depannya. Tiba-tiba Badrus menemukan inspirasi. Kepada sang cucu Badrus bertanya, Gil kamu mau roti yang bisa ngentut ? Ragil mengangguk.
Diangkatnya Ragil, dinaikkannnya keatas tangki negeng-ngeng-nya kemudian dia stater sepeda motornya.
• Mana rotinya, tanya sang cucu si Ragil.
• Itu di depan, jawab Badrus.
• Mana, kung ?
• Itu naik sepeda motor.
• Yang mana, kung ?
• Itu, yang digonceng sepeda motor di depan kita.
• Mana, kung, tanya sang cucu tak sabar.
• Itu, yang pakai celana hitam. Yang besar itu.
• Ah, Akung itu bukan roti. Itu bokong.
• Ya, iyalah. Kalau dulu namanya bokong. Sekarang namany roti. Roti yang bisa ngentut.
Keesokan harinya ketika Ragil hendak berangkat sekolah bilang kepada neneknya. Ti, Ragil nggak mau makan roti lagi. Tadi malam waktu tidur, Ragil tidak bisa bernafas, mimpi mabuk makan roti besar yang bisa ngentut.
Badrus menarik nafas panjang. Alhamdulilah, serunya. Mulai sore nanti uang rokokku tidak berkurang lagi untuk roti cucunya. Ternyata ibu-ibu gemuk yang suka mengenakan celana ketat saat gonceng sepeda motor menjadi obat mujarab cucunya. Karena rotinya yang besar dan bisa ngentut membuat cucunya takut makan roti.
Sudah puluhan model dan rasa roti yang setiap sore dibelinya. Mulai roti unyil, roti kacang, roti pisang, roti kismis, roti keju, roti kering sampai tawar dan roti sisir beraroma vanila. Tadinya, Badrus setuju saja setiap sore sang cucu ganti roti. Tetapi akhirnya sang kakek bisa mangkel juga. Sebab roti yang tadinya harganya seribu dua ribu, kini malah sampai enam belas ribu. Ini artinya jatah rokok Badrus semakin berkurang.
Jum’at sore pekan lalu, ketika diajak keliling kota naik ngeng-ngeng, sang cucu rewel sambil meronta-ronta. Pasalnya dia tidak mau dibelikan roti roti yang pernah dia makan. Badrus kehilangan akal, sambil memperhatikan lalu lalang sepeda motor yang melintas di depannya. Tiba-tiba Badrus menemukan inspirasi. Kepada sang cucu Badrus bertanya, Gil kamu mau roti yang bisa ngentut ? Ragil mengangguk.
Diangkatnya Ragil, dinaikkannnya keatas tangki negeng-ngeng-nya kemudian dia stater sepeda motornya.
• Mana rotinya, tanya sang cucu si Ragil.
• Itu di depan, jawab Badrus.
• Mana, kung ?
• Itu naik sepeda motor.
• Yang mana, kung ?
• Itu, yang digonceng sepeda motor di depan kita.
• Mana, kung, tanya sang cucu tak sabar.
• Itu, yang pakai celana hitam. Yang besar itu.
• Ah, Akung itu bukan roti. Itu bokong.
• Ya, iyalah. Kalau dulu namanya bokong. Sekarang namany roti. Roti yang bisa ngentut.
Keesokan harinya ketika Ragil hendak berangkat sekolah bilang kepada neneknya. Ti, Ragil nggak mau makan roti lagi. Tadi malam waktu tidur, Ragil tidak bisa bernafas, mimpi mabuk makan roti besar yang bisa ngentut.
Badrus menarik nafas panjang. Alhamdulilah, serunya. Mulai sore nanti uang rokokku tidak berkurang lagi untuk roti cucunya. Ternyata ibu-ibu gemuk yang suka mengenakan celana ketat saat gonceng sepeda motor menjadi obat mujarab cucunya. Karena rotinya yang besar dan bisa ngentut membuat cucunya takut makan roti.
0 komentar:
Posting Komentar