GAK BISA HOP


Oleh : Imam Soebagio

Usman bersepeda motor ke jalan kampung, terus menuju jalan besar. Tiba-tiba Agus sadar. Dia bertanya kepada ibunya, apa bapak sudah punya SIM. Ibunya menjawab, boro-boro SIM, lha wong naik sepeda motor, ya baru sekali ini.

Sudah lama sekali Usman ingin memiliki sepeda motor. Sudah lama sekali pula dia memendam rasa untuk bisa naik sepeda motor. Ternyata sampai empat tahun pensiun, masih juga dia tidak memiliki sepeda motor yang selalu diimpikannya. Dulu, saat dia masih menjadi Kasubsi di sebuah kantor pemerintah, dia dipegangi sepeda motor “plat merah”. Dia menolak karena bukan miliknya.

Libur panjang saat hari pencontrengan awal April 2009, anaknya, Agus, yang bekerja di Bali datang. Agus berkendara sepeda motor dari Bali. Maklumlah antara Denpasar ke Jember perjalanan Cuma membutuhkan waktu 7 jam. Kepada bapaknya, Agus bilang kalau sepeda motor itu miliknya. Usman sangat bangga karena keluarganya sudah memiliki sepeda motor sendiri.

Keesokan harinya, Usman pinjam kunci kontak sepeda motor anaknya. Kata Usman, dia kepingin jalan-jalan di kampungnya. Tanpa ba, tanpa bu, sepeda motor distater. Greng, langsung mencolot. Tetapi untung Usman bisa menguasai stir. Jalan sepeda motor yang dikendarai Usman tersendat-sendat.

Gus, sepeda motormu koq nggak enak, teriak Usman. Sang anak hanya ketawa. Lha wong gigi persneling masuk satu koq distater. Ya mencolot, kata Agus lirih. Gus, sepeda motormu koq ndut-ndut-en larinya, kata Usman lagi. Agus berteriak, iya pak, lha wong sepeda motor belum dipanasi sudah dipakai.

Dari halaman rumah, Usman bersepeda motor ke jalan kampung, terus menuju jalan besar. Tiba-tiba Agus sadar. Dia bertanya kepada ibunya, apa bapak sudah punya SIM. Ibunya menjawab, boro-boro SIM, lha wong naik sepeda motor, ya baru sekali ini. Agus kaget. Tanpa pamit dia naiki sepeda engkol bapaknya yang disandarkan dibawah pohon kenitu halaman rumahnya. Dia kejar sang bapak sampai dekat pasar sapi.

Ternyata di depan pasar sapi, banyak orang teriak-teriak. Katanya ada dua ekor sapi ditabrak sepeda motor. Sepeda motornya lari dan dikejar beberapa orang. Ternyata yang menabrak kedua sapi itu, bapaknya. Dikejarnya sang bapak sambil berteriak-teriak. Pak, berhenti pak, berhenti.

Gak iso le, gak iso hop. Sepeda motor tetap melaju dengan suara berdengung. Ternyata sejak dari rumah sampai ke pasar sapi, persneling masih di posisi gigi satu. Alias tidak di-oper, sehingga bunyinya berdengung. Dan larinya tersendat-sendat pula.

Mandeg, mandeg, teriak Agus. Gak iso hop, le, jawab bapaknya.

Tiba-tiba dari arah depan ada serombongan kambing. Aguspun berteriak lagi, di-rem, pak. Sikil kiwo, pak. Usman sadar. Rem kaki diinjaknya keras-keras. Sepeda motor yang dinaiki Usman terpental kearah kambing. Dua ekor kambing, Usman dan dua laki-laki yang mengejar lansia yang satu ini sejak dari pasar hewan, jatuh di selokan yang tidak berair. Tumpuk undung alias bertumpukan.

Usman berdiri sambil berucap. Wong gak iso hop. Maksudnya, karena tidak bisa berhenti. Alias tidak bisa menghentikannya.

0 komentar:

Posting Komentar