Oleh : Siti Zaenab, S.Pd
20 Oktober 2009, Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia dilantik setelah memenangkan pemilu. Sudah saatnya Presiden Soesilo Bambang Yudoyono dan Wakil Presiden Boediono mulai bekerja. Pasangan pemimpin bangsa ini punya tekad bekerja sebagai satu tim. Oleh karenanya, keduanya memilih bekerja dalam satu komplek di Istana Merdeka. sebelumnya, Presiden bekerja di Istana Presiden di Jalan Merdeka Utara dan Wakil Presiden di Istana Wapres di Jalan Merdeka Selatan. Mulai tahun ini Presiden dan Wakil Presiden sama-sama berkantor di Istana Merdeka di Jalan Merdeka Utara.
Beberapa saat lalu ketika penulis ke ibu kota, seringkali mencoba melihat kemegahan Istana Merdeka. Namun susah sekali, karena disana hampir setiap hari ada demo. Tetapi usai Lebaran kemarin, saat Jakarta lengang, penulis menyempatkan diri untuk melihat pusat pemerintahan bangsa ini. Walaupun hanya dari luar pagar. Berjalan di trotoar Taman Monas di Jalan Merdeka Utara. Kemudian berhenti di pintu masuk silang monas di sebelah barat daya.
Gaya Yunani.
Istana Kepresidenan Jakarta terdiri dari dua bangunan istana. Istana Merdeka, yang menghadap ke Taman Monumen Nasional, dan Istana Negara yang menghadap ke Sungai Ciliwung di Jalan Veteran. Kedua istana ini dihubungkan dengan halaman tengah yang luasnya kira-kira setengah lapangan bola. Selain itu terdapat pula bangunan lain, yaitu Kantor Presiden, Wisma Negara, Masjid Baiturrahim, dan Museum Istana Kepresidenan.
Semula, Istana Negara dibangun untuk kediaman pribadi seorang Belanda bernama J.A. van Braam pada tahun 1796. Namun pada 1816 bangunan bergaya Yunani ini diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai pusat kegiatan pemerintahan. Sekaligus untuk kediaman Gubernur Jenderal Belanda. Komisaris Jenderal Belanda G.A.G.P. Baron van der Capellen memilih gedung itu sebagai tempat kediamannya. Itulah sebabnya bangunan ini disebut “Hotel Gubernur Jenderal”.
Tadinya bangunan ini berlantai dua tetapi tahun 1848 bagian atasnya dibongkar. Sedangkan bagian bawahnya diperluas sampai 3.375 meter persegi sehingga memberi kesan lebih resmi. Bangunan megah inilah yang tetap dipertahankan sampai kini.
Banyak peristiwa penting yang terjadi di Istana Negara ini. Diantaranya, ketika Jenderal de Kock menguraikan rencana menindas pemberantokan Pangeran Diponegoro kepada Jenderal Baron van der Capellen. Kemudian saat de Kock merumuskan strategi menghadapi Tuanku Imam Bonjol. Demikian juga saat Gubernur Jenderal van de Bosch menetapkan sistem tanam paksa atau cultur stelsel. Kemudian disini pula pada 25 Maret 1947 ditandatangani persetujuan Linggarjati.
Sampai saat ini tercatat 20 kepala pemerintahan dan kepala negara menggunakan istana ini sebagai kediaman resmi dan pusat kegiatan pemerintahan. Disamping digunakan sebagai tempat penyelenggaraan acara-acara bersifat kenegaraan. Seperti pelantikan pejabat-pejabat tinggi negara, pembukaan musyawarah dan rakernas atau kongres yang bersifat nasional dan internasional.
Sementara itu, Istana Merdeka yang menghadap Taman Monumen Nasional (Monas) dibangun tahun 1873 saat pemerintahan Gubernur Jenderal J.W. van Lansberge. Arsitek pembangunannya adalah warga Belanda bernama Drossaers. Semula bernama Istana Gambir sampai penyerahan kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) oleh Pemerintah Belanda pada 27 Desember 1949. Saat itu ditandai dengan penurunan bendera Merah Putih Biru. Diganti dengan bendera Merah Putih yang disambut gegap gempita massa sambil meneriakkan pekik ”Merdeka”. Maka sejak itulah Istana Gambir menjadi Istana Merdeka.
Luas bangunan Istana Merdeka sekitar 2.400 meter persegi. Didalamnya terdapat beberapa ruangan. Yakni Ruang Kredensia, Ruang Jepara, Ruang Raden Saleh, Ruang Resepsi. Ruang lain adalah Ruang Bendera Pusaka yang digunakan untuk menyimpan bendera pusaka yang dikibarkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Untuk diketahui bahwa bendera pusaka hanya dikeluarkan setiap peringatan Detik Detik Proklamasi, menemani duplikat untuk dikibarkan.
Di halaman Istana Negara terdapat tiang bendera yang tingginya 17 meter. Di halaman inilah dijadikan tempat dilaksanakannya upacara peringatan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia setiap tanggal 17 Agustus.
Amanah.
Maka sejak kemerdekaan Republik Indonesia, kedua istana itupun menjadi milik bangsa Indonesia dan menjadi pusat upacara-upacara kenegaraan yang menyangkut kehidupan Negara Indonesia. Karena pemerintahan Republik Indonesia sejak pengakuan kedaulatan berpusat di Jakarta, maka sejak itu istana kepresidenan ini menjadi pusat pemerintahan dan acara resmi kenegaraan.
Selain berfungsi sebagai kantor, Istana Negara digunakan sebagai kediaman Presiden. Sebelumnya merupakan kediaman Gubernur Jendral Hindia Belanda dan Panglima pendudukan Jepang. Sejak Indonesia merdeka, tercatat Presiden Soekarno mendiami Istana Negara mulai tahun 1950. Kemudian Presiden Abdurrahman Wahid, dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Presiden Soeharto dan Presiden B.J.Habibie lebih sering menggunakan Bina Graha sebagai ruang kerjanya.. Presiden Soeharto memilih tinggal di Jalan Cendana sementara Presiden B.J.Habibie tinggal di kawasan Patra Kuningan.
Pada masa Presiden Megawati Soekarnoputri, ruang kerja presiden pindah di Istana Negara dengan alasan karena Bina Graha berada di Jalan Veteran yang lalu-lintasnya ramai sehingga mengganggu. Selain pertimbangan keamanan. Bina Graha sendiri kemudian diubah fungsinya menjadi Museum Istana. Untuk kediamannya, Presiden Megawati memilih tinggal di kediamannya di Jalan Kebagusan atau Jalan Teuku Umar.
Istana Negara dan Istana Merdeka di Jakarta memegang peranan penting dalam sejarah. Terutama dalam proses pengambilan keputusan untuk rakyat Indonesia. Baik pada jaman penjajahan Belanda, Inggris, Jepang maupun setelah kemerdekaan. Mudah-mudahan dengan difungsikannya Istana Negara dan Istana Merdeka menjadi kantor kedua Pemimpin Bangsa ini menjadi tempat yang amanah untuk meningkatkan kesejahteraan, kemakmuran dan keamanan bangsa.
Selamat bekerja Presiden SBY dan Wakil Presiden Boediono.
Dalam gambar tampak penulis bersama anak (Andi) foto bersama di depan Istana Merdeka, sesaat mengantar Andi berangkat ke Dubai.
Beberapa saat lalu ketika penulis ke ibu kota, seringkali mencoba melihat kemegahan Istana Merdeka. Namun susah sekali, karena disana hampir setiap hari ada demo. Tetapi usai Lebaran kemarin, saat Jakarta lengang, penulis menyempatkan diri untuk melihat pusat pemerintahan bangsa ini. Walaupun hanya dari luar pagar. Berjalan di trotoar Taman Monas di Jalan Merdeka Utara. Kemudian berhenti di pintu masuk silang monas di sebelah barat daya.
Gaya Yunani.
Istana Kepresidenan Jakarta terdiri dari dua bangunan istana. Istana Merdeka, yang menghadap ke Taman Monumen Nasional, dan Istana Negara yang menghadap ke Sungai Ciliwung di Jalan Veteran. Kedua istana ini dihubungkan dengan halaman tengah yang luasnya kira-kira setengah lapangan bola. Selain itu terdapat pula bangunan lain, yaitu Kantor Presiden, Wisma Negara, Masjid Baiturrahim, dan Museum Istana Kepresidenan.
Semula, Istana Negara dibangun untuk kediaman pribadi seorang Belanda bernama J.A. van Braam pada tahun 1796. Namun pada 1816 bangunan bergaya Yunani ini diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai pusat kegiatan pemerintahan. Sekaligus untuk kediaman Gubernur Jenderal Belanda. Komisaris Jenderal Belanda G.A.G.P. Baron van der Capellen memilih gedung itu sebagai tempat kediamannya. Itulah sebabnya bangunan ini disebut “Hotel Gubernur Jenderal”.
Tadinya bangunan ini berlantai dua tetapi tahun 1848 bagian atasnya dibongkar. Sedangkan bagian bawahnya diperluas sampai 3.375 meter persegi sehingga memberi kesan lebih resmi. Bangunan megah inilah yang tetap dipertahankan sampai kini.
Banyak peristiwa penting yang terjadi di Istana Negara ini. Diantaranya, ketika Jenderal de Kock menguraikan rencana menindas pemberantokan Pangeran Diponegoro kepada Jenderal Baron van der Capellen. Kemudian saat de Kock merumuskan strategi menghadapi Tuanku Imam Bonjol. Demikian juga saat Gubernur Jenderal van de Bosch menetapkan sistem tanam paksa atau cultur stelsel. Kemudian disini pula pada 25 Maret 1947 ditandatangani persetujuan Linggarjati.
Sampai saat ini tercatat 20 kepala pemerintahan dan kepala negara menggunakan istana ini sebagai kediaman resmi dan pusat kegiatan pemerintahan. Disamping digunakan sebagai tempat penyelenggaraan acara-acara bersifat kenegaraan. Seperti pelantikan pejabat-pejabat tinggi negara, pembukaan musyawarah dan rakernas atau kongres yang bersifat nasional dan internasional.
Sementara itu, Istana Merdeka yang menghadap Taman Monumen Nasional (Monas) dibangun tahun 1873 saat pemerintahan Gubernur Jenderal J.W. van Lansberge. Arsitek pembangunannya adalah warga Belanda bernama Drossaers. Semula bernama Istana Gambir sampai penyerahan kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) oleh Pemerintah Belanda pada 27 Desember 1949. Saat itu ditandai dengan penurunan bendera Merah Putih Biru. Diganti dengan bendera Merah Putih yang disambut gegap gempita massa sambil meneriakkan pekik ”Merdeka”. Maka sejak itulah Istana Gambir menjadi Istana Merdeka.
Luas bangunan Istana Merdeka sekitar 2.400 meter persegi. Didalamnya terdapat beberapa ruangan. Yakni Ruang Kredensia, Ruang Jepara, Ruang Raden Saleh, Ruang Resepsi. Ruang lain adalah Ruang Bendera Pusaka yang digunakan untuk menyimpan bendera pusaka yang dikibarkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Untuk diketahui bahwa bendera pusaka hanya dikeluarkan setiap peringatan Detik Detik Proklamasi, menemani duplikat untuk dikibarkan.
Di halaman Istana Negara terdapat tiang bendera yang tingginya 17 meter. Di halaman inilah dijadikan tempat dilaksanakannya upacara peringatan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia setiap tanggal 17 Agustus.
Amanah.
Maka sejak kemerdekaan Republik Indonesia, kedua istana itupun menjadi milik bangsa Indonesia dan menjadi pusat upacara-upacara kenegaraan yang menyangkut kehidupan Negara Indonesia. Karena pemerintahan Republik Indonesia sejak pengakuan kedaulatan berpusat di Jakarta, maka sejak itu istana kepresidenan ini menjadi pusat pemerintahan dan acara resmi kenegaraan.
Selain berfungsi sebagai kantor, Istana Negara digunakan sebagai kediaman Presiden. Sebelumnya merupakan kediaman Gubernur Jendral Hindia Belanda dan Panglima pendudukan Jepang. Sejak Indonesia merdeka, tercatat Presiden Soekarno mendiami Istana Negara mulai tahun 1950. Kemudian Presiden Abdurrahman Wahid, dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Presiden Soeharto dan Presiden B.J.Habibie lebih sering menggunakan Bina Graha sebagai ruang kerjanya.. Presiden Soeharto memilih tinggal di Jalan Cendana sementara Presiden B.J.Habibie tinggal di kawasan Patra Kuningan.
Pada masa Presiden Megawati Soekarnoputri, ruang kerja presiden pindah di Istana Negara dengan alasan karena Bina Graha berada di Jalan Veteran yang lalu-lintasnya ramai sehingga mengganggu. Selain pertimbangan keamanan. Bina Graha sendiri kemudian diubah fungsinya menjadi Museum Istana. Untuk kediamannya, Presiden Megawati memilih tinggal di kediamannya di Jalan Kebagusan atau Jalan Teuku Umar.
Istana Negara dan Istana Merdeka di Jakarta memegang peranan penting dalam sejarah. Terutama dalam proses pengambilan keputusan untuk rakyat Indonesia. Baik pada jaman penjajahan Belanda, Inggris, Jepang maupun setelah kemerdekaan. Mudah-mudahan dengan difungsikannya Istana Negara dan Istana Merdeka menjadi kantor kedua Pemimpin Bangsa ini menjadi tempat yang amanah untuk meningkatkan kesejahteraan, kemakmuran dan keamanan bangsa.
Selamat bekerja Presiden SBY dan Wakil Presiden Boediono.
Dalam gambar tampak penulis bersama anak (Andi) foto bersama di depan Istana Merdeka, sesaat mengantar Andi berangkat ke Dubai.
0 komentar:
Posting Komentar