SETIAP INSAN PERPAJAKAN BERPELUANG SAMA


Oleh : Pakde Bagio

Akhirnya Gayus dituntut hukuman penjara 20 tahun dan denda sebesar Rp. 500 juta rupiah. Tuntutan itu dibacarak Jaksa Rhein Singal di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (22/12). Menurut Jaksa Rhein Singal, tidak ada hal-hal yang bisa meringankan ”Abdi Negara” pada Ditjen Pajak berpangkat III/a ini.

Gayus Holomoan Tambunan itu kaget mendengar tuntutan yang dirasa berat oleh Jaksa itu. Tetapi ada yang lebih kaget lagi, yaitu seorang pensiunan Kantor Pajak bernama Soedardjan. ”Koq dituntut hukuman cuma segitu”, katanya kaget.

Soedardjan adalah sosok uzur yang bersahaja sampai usianya 76 tahun. Rumah tinggalnya di Perumnas Patrang, Jember tipe 21 yang sedikit dikembangkan untuk ruang tamu. Tetapi masih kelihatan bentuk aslinya dengan dua kamar.

Dia adalah mantan Kaur Tata Usaha & Personalia Kantor Pelayanan Pajak Jember. Pangkat terakhir saat pensiun tahun 1991 adalah III/a. Sama pangkatnya dengan Gayus Tambunan yang mempunyai kekayaan melimpah dan simpanan Rp. 28 milyar.

Menurut Soedardjan, setiap insan perpajakan mempunyai kesempatan dan peluang yang sama untuk mengabdi dan melakukan penyelewengan. Tinggal manusianya saja, mau mengabdi apa mau korupsi, katanya kepada penulis di kediamannya yang serba sederhana. “Saya ingat pesan nenek saat berangkat kerja hari pertama”, kata Soedardjan. Saiki jaman edan, ora usah melu edan, ben slamet.

Sejak dulu pegawai pajak sudah mendapat remunerasi, tunjangan khusus. Besarnya juga sudah luar biasa, kata Dardjan lagi. Bahkan dia pernah merasakan tunjangan khususnya sembilan kali gaji pokok. Sebenarnya gaji itu sudah cukup, tinggal manusianya saja terkadang masih merasa kurang, tutur pensiunan yang dua kali jadi Pegawai Teladan itu.

Tunjangan khusus yang nilainya besar itu adalah penghargaan bagi para pegawai pajak yang harus mengumpulkan rupiah demi rupiah untuk memenuhi APBN. Juga merupakan insentif agar mereka bekerja lebih keras lagi untuk membiayai Negara dalam pembangunan dan kesejahteraan rakyat.

Bapak 7 anak dengan 14 cucu dan 3 cicit ini bergabung dengan dinas pajak bermodalkan ijazah Sekolah Rakyat. Seiring dengan kemajuan jaman, dia melanjutkan pendidikannya sampai KPAA. Karirnya dimulai di Kediri tahun 1953, kemudian setelah diangkat jadi PNS dipindah ke Ponorogo, Pacitan, Madiun dan Jember. Berbagai tugas yang pernah dilakoninya mulai dari petugas dinas luar, pengawasan sampai personalia.

Dardjan memang tidak pernah luput mengamati dunia perpajakan sejak pensiun. Baik melalui televisi, radio maupun koran. Koran yang dia baca adalah koran bekas pemberian tetangganya yang dia kliping, sebagai salah satu kesibukannya. Dia juga mengamati kasus Gayus Tambunan dan lainnya. “Saya prihatin sekali melihat orang muda seperti itu. Kasihan sekali. Dia membunuh masa depannya sendiri”, kata Dardjan lagi.

“Gayus Tambunan salah, teman-temannya salah, pimpinannya juga salah, maka mereka harus ditindak sesuai hukum”, katanya ketus. Atas kejujuran dan ketekunannya melaksanakan tugas, Soedardjan pernah mendapat Piagam Penghargaan dari Menteri Keuangan dan Satya Lancana Karya Satya Kelas III dari Presiden Soeharto.

0 komentar:

Posting Komentar